SAKRALNYA BALI


Hidup dan mati memiliki landasannya masing-masing. Makhluk yang ada di dunia ini dapat hidup atau mati berkaitan dengan tujuan yang ditentukan. Tidak hanya manusia yang memiliki tujuan hidup. Namun hewan juga memiliki tujuan hidupnya. Seperti halnya simbiosis mutualisme, hubungan manusia dan hewan juga demikian. Hewan dapat memantu manusia mencapai tujuan hidupnya. Begitu juga manusia yang dapat membantu hewan untuk mencapai tujuan hidupnya. Menurut Hindu, jika hewan menjadi bagian dari persembahan yang dilakukan oleh manusia maka dikehidupan berikutnya ia dapat menjelma sebagai manusia. Secara tersirat itulah tujuan dari hidup hewan.


Salah satu contoh pelaksanaan upacara keagamaan dalam agama Hindu yang dapat mencapai tujuan hidup hewan adalah mebayuh oton. Nemun perlu diketahui bahwa tidak semua hewan dapat digunakan dalam upacara ini. Salah satu hewan tersebut adalah babi. 


Babi pada upacara ini disembelih dengan cara pada umumnya. Yang berbeda yaitu sebelum menyembelih orang yang menyembelih akan mengucapkan kalimat "cai-cai buron jegeg/bagus, mangkin cai aturang titiang anggo Yadnya. Dumadak karma cai becik lan mumadi dadi manusa". Kalimat ini diucapkan oleh Made Bebeng pada saat persiapan upacara bayuh oton keponakannya. Pada saat itu saya mengamati babi tersebut mengeluarkan air mata dan menjerit kesakitan. Tangis tersebut dapat diumpakan seorang anggota keluarga yang meninggalkan keluarganya untuk menjadi bagian dari persembahan. Namun tangisan tersebut bisa jadi adalah tangisan bahagia karena hewan yang dijadikan persembahan akan " Numadi" atau menjelma menjadi manusia. 


Dalam kaitannya dengan upacara bayuh oton. Babi berfungsi sebagai pelengkap dalam upacara ini. Dimana upacara bayuh oton ini dipercaya dapat membantu menentralisir penyakit bawaan yang dimiliki oleh seseorang dari lahir. 


Fenomena tersebut merupakan salah satu kepercayaan umat Hindu yang hingga saat ini masih berkembang dan sakral di masyarakat. Hal tersebut karena dalam kitab Smerti Manawa Dharmasastra (III. 69) dinyatakan sebagai berikut, “Tasam kramena sawasam niskrtyasham 

maharsibhih,

 Panca klrpa mahayajñah pratyaham 

grhamadhinam”. Artinya

 untuk menebus dosa yang ditimbulkan oleh pemakaian kelima alat itu para Maha Rsi telah mengadakan untuk para kepala keluarga agar setiap harinya melakukan Panca Yajña (Pudja, 1995: 151). Dari kutipan tersebut dapat dimaknai bahwa dengan melaksanakan Yadnya kita dapat memperoleh kebahagiaan, salah satunya dengan melaksanakan upacara mebayuh oton. Dimana di dalam pelaksanaannya babi berperan sebagai kesuksesan upacara ini. Sehingga, babi dianggap sebagai salah satu hewan yang dapat mencapai tujuan hidup manusia. Disisi lain babi juga dapat mencapai apa yang diinginkan yaitu Numadi.

Komentar