Akrilik, pratima, ukiran, candi, meru, sudah menjadi cirikhas yang dimiliki oleh Pura. Pura merupakan tempat ibadah bagi umat hindu, di dalam (jeroan) pura terdapat berbagai pelinggih yang disucikan. pada masing-masing pelinggih terdapat dewa yang berstana. Bali memiliki titik kekuatan yang terletak pada alam dan kebudayaan.
Masyarakat bali memiliki suatu ideologi dalam menata lingkungan yang disebut Tri Hita Karana. Tri Hita Karana terdiri dari Parahyangan, Pawongan, Palemahan. Parahyangan yaitu hubungan yang harmonis antara tuhan dan manusia. dengan adanya parahyangan manusia akan tau rasa bersyukur. Yang kedua, yaitu pawongan. hubungan harmonis antara manusia dengan manusia. dengan mengamalkan ideologi pawongan maka akan terjalin rasa ingin saling membantu atau gotong royong. Yang ketiga, yaitu palemahan. palemahan merupakan hubungan yang harmonis antara manusia dan lingkungan. dengan adanya palemahan akan memupuk kesadaran manusia untuk lebih menghormati sesama makhluk hidup salah satunya tumbuhan.
Masyarakat bali khususnya hindu dahulu sebelum zaman 4.0 atau zaman mendekati kaliyuga melakukan persembahyangan dengan ikhlas tanpa alat elektronik seperti hp, vape, dan kendaraan. masyarakat bali melakukan persembahyangan dan datang ke pura untuk meningkatkan tali silaturahmi dan mengakrabkan diri dengan sesama warga. Alat yang dibawa bukan seperti zaman sekarang, masyarakat dahulu berfokus pada alat sembahyang yaitu dupa, canang, korek, kuangen. tanpa hiasan kalung, tanpa sinar blue light dari gawai, dan tanpa kendaraan. masyarakat bali membuat persembahan yang mengungkapkan rasa syukur mereka kepada tuhan dengan cara membuat banten atau gebogan yang dibuat dengan menggunakan hasil dari ladang atau kebun mereka sendiri tanpa membeli ataupun mengimpor buah dari luar bali. hal tersebut dilatarbelakangi oleh tujuan banten tersebut yaitu untuk persembahan bukan untuk ajang adu gengsi. masyarakat zaman dahulu bahkan yang tidak menempuh pendidikan tinggi tentang agama lebih paham dengan agama sangat berbanding terbalik dengan zaman yang mulai berkembang seperti saat ini.
seiring berkembangnya zaman pengetahuan tentang agama mulai ditinggalkan, berbagai pakem tentang agama telah dihiraukan. yang paling sering dihiraukan adalah waktu. pada zaman kaliyuga masyarakat sudah lupa tentang tujuan bersembahyang yaitu untuk mempererat tali persaudaraan, masyarakat pada zaman kaliyuga lebih memilih terlambat untuk ke pura dan lebih memilih untuk bermalas-malasan tanpa menghiraukan bahwa ada beribu makna yang didapat jika masyarakat secara bersama-sama datang ke pura untuk bersembahyang seperti, makna kebersamaan, makna untuk menghargai waktu, dan makna untuk saling membantu. tidak hanya waktu masyarakat pada zaman kaliyuga juga tidak menghargai komunikasi dan saling menghargai satu sama lain. masyarakat zaman kaliyuga lebih memilih sesampainya di pura bermain gawai dibandingkan dengan mengobrol dan bertukar pikiran dengan teman atau dengan orang yang lebih tua untuk menjaga tali silaturahmi, namun sekarang semua telah dilupakan, lebih nyaman mengobrol dengan diri sendiri dibandingkan orang lain. kedua hal tersebut merupakan hal mendasar yang telah berubah. hal yang telah benar-benar di luar pakem yaitu berubahnya tujuan membuat banten. yang dulunya banten digunakan untuk bersyukur pada zaman ini banten digunakan untuk adu gengsi antara masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah. banyak orang yang berbondong-bondong untuk mengimpor buah dan membeli minuman atau makanan yang dilapisi plastik. padahal bukan itu yang menjadi tujuan pembuatan banten. bahkan banyak perempuan yang tidak bisa membuat banten karena dimanja dan terlalu dibiarkan bercumbu dengan gawainya sehingga tidak mendapatkan proses yang bagus dalam hal bebantenan. pada pembuatan banten terdapat kode etik yang harus dilakukan tapi pada zaman ini etika tersebut dilupakan begitu saja. kegiatan maturan atau menjalankanm persembahyangan pada zaman ini dilakukan untuk ajang adu gengsi bukan ajang yang dilakukan untuk bersosialisasi.
Dengan adanya pergeseran pakem dan tujuan umat hindu dalam melakukan persembahyangan masyarakat dapat dikatakan seperti layaknya "kijang" yang meminjam tanduk rusa dan tidak dikembalikan. manusia hidup dengan adanya tuhan tetapi manusia lalai dan bahkan mengabaikan apa yang telah diberikan oleh tuhan hal yang sederhana seperti sembahyang ke pura saja pada zaman ini sudah berbeda bagaimana dengan zaman selanjutnya?. semoga masyarakat tetap melestarikan dan mengajarkan kebudayaan beserta agama sesuai pakem kepada generasi penerus selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar