NGABEN MASAL : PENGHORMATAN KEPADA LELUHUR DAN AJANG UNJUK KEEGOISAN


Tradisi ngaben dilaksanakan oleh umat Hindu pada saat ada orang meninggal. Tradisi ngaben biasanya hanya dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki dana lebih jika tidak memiliki dana maka bisa dengan melakukan ngurug dan mekinsan di Gni. Pada saat ini ada program ngaben massal diperuntukkan oleh orang-orang yang tidak memiliki dana untuk melakukan upacara ngaben yang ditunjukkan kepada leluhur. Kegiatan ngaben masal dilaksanakan di balai banjar atau tempat yang luas biasanya disebut rombong. 

Rombong menjadi tempat berkumpul bagi orang yang menjadi panitia dan yang memiliki sawa (mayat) yang belum diupacarai dan masih dititipkan di pertiwi atau di Gni. Segala persiapan dari awal sampai akhir dilakukan di rombong. Sarana yang menjadi ikon ngaben yaitu Bade (tempat membawa mayat), lembu (tempat membakat mayat berbentuk hewan), dudong ( penggambaran sepasang kakek dan nenek), gender ( gambelan yang digunakan untuk mengiringi bade) , angklung Bali ( gambelan yang digunakan untuk mengiringi setiap prosesi pengabenan). 


Upacara ngaben dilakukan dengan tujuan untuk menyucikan leluhur dan untuk membersihkan leluhur agar nantinya dapat ngayah atau mendapat tempat yang baik di suarga loka (surga). Namun terkadang upacara ngaben masal tidak berjalan dengan satu kepala saja sebagai komando. Terkadang masyarakat pada saat melakukan ngaben massal memakai keinginan sendiri. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kekurangan bahan atau kekurangan sarana dalam prosesi ngaben. Salah satu contoh keegoisan yang terjadi yaitu. Terlalu mementingkan diri sendiri tentang segala perlengkapan tanpa memikirkan orang lain , kejadian yang terjadi biasanya pada prosesi ngereka pada prosesi ngereka ada beberapa tahapan yang harus dilewati. Yang pertama, yaitu. Ngirag. Ngirag yaitu prosesi menghancurkan abu yang dibakar pada lembu pada saat ngirag biasanya orang-orang akan berebut untuk mengambil alat yang digunakan ngirag dan tidak mendengarkan komando dari bendesa adat. Yang kedua. Ngereka. Pada saat ngereka banyak orang yang mengambil dengan sembarang sarana untuk ngereka tanpa mendengarkan arahan bendesa adat. Dan nantinya jika kekurangan sarana yang menjadi sasaran adalah bendesa adat. Salah satu contoh sarana yang sederhana yaitu daun pisang yang digunakan untuk ngereka diambil secara berlebihan sehingga ada beberapa anggota dari keluarga lain kekurangan daun pisang tersebut. 



Dengan adanya kejadian tersebut maka dapat dipetik hikmah jika tujuan pitra yadnya untuk membersihkan roh leluhur maka jangan lakukan hal tersebut dengan keegoisan dan kekeras kepalaan. Hal tersebut akan menyebabkan perpecahan dan tidak lengkapnya tahapan pitra yadnya (ngaben massal)

Komentar